HUJAN
(hujan dan pantai)
Hujan turun penuh dengan kenangan
ingatkah saat hujan turun ditepian pantai
kita disana bermain seperti anak kecil
tanpa memperdulikan orang lain
berlari kesana kemari
bermain ombak ditepian pantai
hembusan angin yang merasuk dengan dinginya
tetes hujan yang membasahi tubuh
tak terhiraukan
ingatlah betapa bahagianya kita saat itu
tertawa lepas bersama .....
(hujan dan petir)
Hujan dan petir juga pernah menemani perjalanan kita
sepanjang perjalanan kita
suara yang begitu menakutkan itu menemani kita
bersamamu, rasa takut akan petir dan derasnya hujan
saat itu . Bahkan tak terasa sedikitpun
ku bersembunyi dibalik punggungmu
kupeluk hangatnya tubuhmu
dingin yang menusuk itu bahkan tak terasa lagi .......
(hujan dan pelangi)
Senja itu tak terlihat adanya mega yang menawan
yang ada hanya hujan rintik dan siulan angin sepoi-sepoi
menemani perjalanan kita
tanpa kita sadari dibelakang kita ada pelangi kembar menjulang
dengan indahnya
entah berapa lama mereka sudah berada disana
mereka begitu indah bukan ......
"Dapatkah kita kembali kemasa itu ? "
kerinduan ini
entah sampai kapan akan terus ku menanti ..
setiap hujan turun semoga engkau ingat akan masa - masa indah yang kita lewati bersama
miss u .........
life is adventure and full with dream just enjoy with u life and you can happy everytime ..^^
Senin, 30 November 2015
Minggu, 01 November 2015
MAKALAH Autis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani;
„aut‟ = diri sendiri, isme‟ orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme
dapat diartikan sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada
dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya
sendiri. Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada
tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile Autism”, atau
dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai “Autisme masa kanak-kanak” .
Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autis
seperti ini. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang
sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun,
tidak mampu untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun
keinginannya. Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi
terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya. Autis dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik,
tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autis bukanlah masalah baru, dari
berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad
yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira
sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang
ditemukan, diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjadi
peningkatan jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000
anak. Jika angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah
penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian autis ?
2.
Apa penyebab dan karakteristik anak autis ?
3.
Apa saja penangan untuk anak autis ?
4.
Apa peran fisioterapi pada anak autis ?
BAB II
KERANGAKA TEORI
A.
Pengertian
Autis
berasal dari kata “auto” yang artinya
sendiri. Istilah ini dipakai karena mereka yang mengidap gejala autisme
seringkali memang terlihat seperti orang yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah
hidup di dunianya sendiri dan terlepas dari kontak sosial yang ada
disekitarnya. Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang,
berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang
menyebabkan funsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh
kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi sosialnya.[2]
Kata
autistik diambil dari kata Yunani, autos
= aku, yaitu seluruh sikap anak yang mengarah pada dunianya sendiri. Istilah
autistik menunjukkan suatu gejala psikologis yang unik dan menonjol, yakni
mengacuhkan suara, penglihatan atau kejadian-kejadian yang melibatkan dirinya.[3]
Autis
berasal dari kata “Autos” yang
berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti suatu aliran. Berarti autisme
adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autis adalah
suatu gangguan perkembangan yang komplek menyangkut komunikasi, interaksi
sosial dan aktifitas imajinasi, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan
emosi.[4]
Autis adalah gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara
seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain.
Penyandang autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti
karena antara lain ketidakmampuan berkomunikasi verbal maupun non verbal.[5]
B.
Etiologi
(Penyebab Autis )
Sampai
sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya
gangguan autis. Namun demikian ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab
timbulnya autis berdasarkan beberapa hasil penelitian:
1.
Faktor
Psikologis dan Keluarga
Faktor-faktor
psikologis yang dapat menyebabkan gangguan autis adalah ketidaksadaran dan
ketidakpahaman akan eksistensi diri yang sebenarnya berbeda dengan orang lain,
tidak memiliki percaya diri pada kekuatan dan potensinya, sikap menarik diri
dari situasi sosial, pandangan dunia luar yang terlalu sempit, disabilitas kognitif (keterlambatan
kognitif), kegagalan dalam relasi sosial, ketidakmampuan berbahasa, rendahnya
kosep diri dan perilaku yang tidak lazim[6]
Beberapa
ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem)
menganggap autisme sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara
orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh yang
emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak
asuhnya menjadi autistik[7]
2. Faktor
Biologis
a. Faktor genetik
Yaitu keluarga
yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi
keluarga normal. Hal ini didasarkan pada pewarisan sifat-sifat induk melalui
kromosom. Manusia normal mengandung 46 kromosom, atau dapat dikatakan 23
kromosom dari laki-laki dan 23 kromosom dari perempuan. Sedangkan kromosom
manusia yang tidak normal memiliki 45 atau 47 buah kromosom. Kromosom yang
tidak normal inilah yang membawa sifat keturunan gangguan mental.
Kromosom
sendiri terbagi menjadi dua, yaitu kromosom sek yang terdiri dari satu pasang
kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan kromosom otomos yang merupakan
kromosom pasangan pertama sampai pasangan ke-22 yang mewarisi sifat-sifat
induknya seperti bentuk badan, warna kulit, intelegensi, bakat-bakat khusus dan
juga gangguan mental.[8]
Menurut
para peneliti, faktor genetik memegang peranan kuat sebagai penyebab autis
karena manusia banyak mengalami mutasi genetik akibat dari cara hidup yang
semakin “modern” seperti penggunaan
zat kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan faktor udara yang semakin terpolusi[9].
Hasil
penelitian lain menemukan bahwa gangguan autistik lebih banyak ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, yakni sekitar 3-5 lebih banyak
pada anak laki-laki. Namun tingkat keparahannya lebih banyak terjadi pada anak
perempuan, apalagi jika memiliki riwayat keluarga autistik. Sementara
penelitian[10]menemukan
bahwa gangguan autis memiliki komponen genetik dari keluarga yang memiliki anak
autis berkisar 3-5%. Hasil penelitian pada anak kembar ternyata ditemukan bahwa
adanya kesesuaian gen gangguan autis pada anak kembar monozigotik dengan angka kontribusi diperkirakan sekitar 36%[11].
b. Pre Natal
Beberapa
faktor yang dapat memicu munculnya autis pada masa kehamilan terjadi pada masa
kehamilan 0-4 bulan, bisa diakibatkan oleh polutan logam berat (Pb, Hg, Cd,
Al), infeksi (toksoplasma, rubella, candida, dan sebagainya), zat aditif
(pengawet, pewarna dan MSG), hiperemesis
(muntah-muntah berat), perdarahan berat, dan alergi berat.[12]
1).
Lama masa
kehamilan
Penelitian
yang dilakukan Tommy Movsas dari Michigan State University menunjukkan
bahwa bayi yang lahir prematur (sebelum usia kandungan cukup bulan) mempunyai
risiko tinggi mengidap autis. Demikian juga jika lahirnya lebih lama dari masa
kehamilan normal, risiko mengidap autis juga sama tinggi[13].
Usia kehamilan
normal pada ibu hamil yaitu 37-42 minggu. Sedangkan kehamilan yang lebih dari
42 minggu disebut sebagai kehamilan lewat waktu (postterm), dan disebut kehamilan preterm jika usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Biasanya bayi
yang lahir prematur akan mudah terserang penyakit, yaitu penyakit kuning.
Disebut kehamilan preterm jika usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Hal ini berdampak pada bayi dimana kekebalan
tubuh bayi masih lemah karena fungsi organ tubuhnya belum terbentuk sempurna,
sehingga perkembangan bayi terganggu. [14]
2) . Obesitas
Menurut
Paula Krakowiak, epidemiolog dari UC Davis MIND Institute, penelitian
terbaru yang dilakukan para ilmuwan yang berafiliasi dengan UC Davis MIND Institute menemukan bahwa
ibu yang obesitas beresiko 67% lebih besar melahirkan anak yang menyandang
autis. [15]
Menurut dr. Suririnah, bahwa selama kehamilan, ibu hamil perlu untuk
bertambah berat badan.[16]
Berat badan wanita hamil akan mengalami kenaikan sekitar 6,5-16,5 kg. Metode
yang biasa digunakan adalah BMI (Body
Mass Index). Kenaikan berat badan terlalu banyak ditemukan pada kasus preeklampsi dan eklampsi (Rukiyah, dkk., 2009). Hal ini berhubungan dengan
hipertensi pada kehamilan yang dapat dengan cepat menimbulkan oliguria dan
disfungsi ginjal. Sehingga prognosis pada bayi dan ibunya menjadi serius[17].
3).
Diabetes
Selain obesitas, hasil penelitian para
ilmuwan yang berafiliasi dengan UC Davis
MIND Institue juga menemukan bahwa penderita diabetes berisiko 2,3 kali
lebih besar memiliki anak dengan gangguan perkembangan dibandingkan ibu dengan
kondisi sehat. Namun, proporsi ibu dengan diabetes yang memiliki anak autis
lebih tinggi daripada ibu yang sehat, meski secara statistik tidak terlalu
signifikan. Studi ini juga menemukan, anak penyandang autis dari ibu penderita
diabetes lebih mungkin mengalami kecacatan (rendahnya pemahaman bahasa dan
komunikasi) daripada anak autis yang lahir dari ibu yang sehat. Namun,
anak-anak tanpa autis yang lahir dari ibu penderita diabetes juga rentan
mengalami gangguan sosialisasi jika dibandingkan dengan anak tanpa autis dari
ibu yang sehat[18].
Menurut
peneliti, pada ibu penderita diabetes dan kemungkinan kondisi pra-diabetes di
masa kehamilan, pengaturan glukosa menjadi sulit diatur sehingga meningkatkan
produksi insulin pada janin. Produksi insulin yang tinggi membuat kebutuhan
akan oksigen menjadi lebih besar, akibatnya suplai oksigen bagi janin menjadi
berkurang. (Kompas.com) Kejadian
diabetes pada ibu hamil bisa didapat saat hamil atau sebelumnya memang memiliki
kadar gula yang tinggi. (Solikhah, 2011)
Beberapa
pengaruh penyakit diabetes terhadap janin atau bayi:
(a) Bayi berisiko mengalami kelainan jiwa
(b) Bayi berisiko
mengidap penyakit gula
(c) Bayi
berisiko mengalami cacat bawaan
(d) Kematian
janin dalam rahim (> ke-36) dan lahir mati
(e) Bayi dengan dismaturitas
4) . Perdarahan selama masa kehamilan
Perdarahan selama kehamilan sering
bersumber dari placenta complication
yang menyebabkan gangguan perkembangan otak. Perdarahan pada awal kehamilan
berkaitan dengan kelahiran prematur dan memiliki berat bayi yang rendah, dimana
kondisi ini sangat rentan terjadinya autis. Dalam periode neonatus, anak autis mempunyai insiden yang tinggi untuk mengalami
sindrom gawat pernapasan dan anemia
neonatus. Beberapa komplikasi yang timbul pada neonatus mempengaruhi kondisi fisik bayi yang akan dilahirkan. Bila
terjadi gangguan kelahiran, maka hal yang paling berbahaya adalah hambatan
aliran darah pada otak dan oksigen ke seluruh tubuh. Dan organ yang paling
sensitif terkena autis adalah otak.[19]
Pada
awal kehamilan, perdarahan abnormal adalah merah, banyak, atau perdarahan
dengan rasa nyeri[20]
Sedangkan, pada kehamilan lanjut perdarahan yang berbahaya antara 24-28 minggu.
Hal ini dikarenakan sifat perdarahan yang cepat dan banyak yang berasal dari
gangguan pada plasenta (Dewi,
2011). Apabila diagnosa klinik dapat ditegakkan, itu berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 500 ml.
5) . Usia orang tua saat hamil
Menurut Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks, makin tua usia orangtua
saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autis. Penelitian
yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki
risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia
20-29 tahun. Hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen (Kompas.com).
Terlalu tua untuk hamil (usia diatas
35 tahun) bisa jadi berakibat pada persalinan, yaitu persalinan memakan waktu
cukup lama, disertai perdarahan dan risiko cacat bawaan. Sedangkan hamil di bawah
usia 20 tahun bisa berakibat kesulitan dalam melahirkan dan keracunan saat
hamil (Hartati, 2010).
c. Zat-zat
aditif yang mencemari otak anak
Menurut Sunu, beberapa faktor yang berpotensi menjadi penyebab autis pada
anak antara lain seperti:
1) Asupan MSG (Mono
Sodium Glutamat)
2) Protein tepung terigu (gluten), dan protein susu sapi
(kasein)
3) Zat perwarna
4) Bahan pengawet
5) Polutan logam berat.
Dari hasil tes pada darah dan rambut
beberapa anak autis ditemukan kandungan logam berat dan beracun seperti arsenik, antimoni, kadmium (Cd), air raksa
(Hg), atau timbal (Pb). Diduga
kemampuan tubuh anak autis tidak mampu melakukan sekresi terhadap logam berat
akibat masalah yang sifatnya genetik.
6) Bahkan beberapa ahli juga
berpendapat bahwa jenis imunisasi seperti MRR (Mump, Measles, and Rubbella) dan hepatitis B pada bayi dapat juga
menjadi pemicu munculnya autisme, meskipun hal ini masih menjadi perdebatan[21].
Selama ini pemberian vaksin kombinasi three
in one, yakni vaksin campak, gondok, dan rubela (MMR) dan vaksin hepatitis
B masih dianggap sebagai vaksin penyelamat manusia. Akan tetapi, dari data-data
patologis ditemukan bahwa vaksin MMR juga dianggap bisa memberikan kontribusi
pada pembentukan autis. Diperkirakan vaksin ini mengandung zat pengawet[22]
d. Neurobiologis
Dari data prevalensi menunjukkan bahwa
tiga dari empat penderita autis memiliki kecenderungan retradasi mental dengan tingkat estimasi antara 30%-70%, sehingga
penderita autis memperlihatkan abnormalitas neurobiologis,
seperti kekakuan gerakan tubuh dan cara berjalan yang abnormal. Hasil CATSCAN (Computer Assisted Axial Tomography) dan
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
menemukan adanya abnormalitas cerebellum
pada penderita autis. Penemuan ini diperkuat oleh penelitian Courchesne (1991)
yang menemukan adanya keterkaitan abnormalitas otak bagian cerebellum terhadap gangguan autistik (Pieter,
dkk., 2011).
e. Gangguan
sistem pencernaan
Kurangnya enzim sekretin diketahui
berhubungan dengan munculnya gejala autisme. Kasus semacam ini ditemukan pada
seorang penderita autis bernama Parker
Back pada tahun 1997. Selain itu, hasil pemeriksaan usus anak-anak yang mengalami
autis ditemukan adanya peradangan. Dari hasil penelitian, peradangan ini
diketahui disebabkan oleh virus campak.[23]
3. Faktor Sosio
Kultural
Yaitu
faktor yang berlangsung dalam lingkungan hidup (kehidupan sosial). Faktor ini mempunyai daya dorong terhadap
perkembangan kepribadian anak. Faktor sosio kultural ini juga meliputi objek
dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat tekanan
pada individu sehingga melahirkan berbagai gangguan, seperti suasana perang dan
suasana kehidupan yang diliputi kekerasan, menjadi korban prasangka dan
diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, politik, dan sebagainya, perubahan
sosial dan IPTEK yang sangat cepat.[24]
C.
Karakteristik
Autis
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah
mulai muncul sejak bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata
dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya, ciri ini semakin
jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu
penyandang autis, perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup
menunjukkan reaksi pada orang lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum
usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak
tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru
dikatakan mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan
dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional,
kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang
terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut
harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek
gangguan perkembangan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat
disimpulkan bahwa autis sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang
melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama
lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka
sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan
perkembangan lain. Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang
berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala,
dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit gejala. Adapun ciri
gangguan pada autisme tersebut adal;ah sebagai berikut:
1. Gangguan dalam
komunikasi
a. Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk
berkomunikasi dengan gerak dan mimik.
b.
Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti
orang lain.
c.
Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain.
d.
Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa
mengerti.
e.
Bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
f.
Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak
mengerti artinya.
g.
Tidak memahami pembicaraab orang lain.
h.
Menarik tangan orang lain bila menginginkan
sesuatu.
2.
Gangguan dalam interaksi sosial
a. Menghindari
atau menolak kontak mata.
b. Tidak
mau menengok bila dipanggil.
c. Lebih
asik main sendiri.
d. Bila
diajak main malah menjauh.
e. Tidak
dapat merasakan empati .
3. Gangguan
dalam tingkah laku
a. asyik
main sendiri.
b. tidak
acuh terhadap lingkungan.
c. tidak
mau diatur, semaunya.
d. menyakiti
diri .
e. melamun,
bengong dengan tatapan mata kosong.
f. kelekatan
pada benda tertentu .
g. tingkah
laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-manjat,
berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak,
berjalan berjinjit-jinjit.
4.
Gangguan dalam emosi
a. rasa
takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
b.
tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa
sebab
c.
tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila
tidak mendapatkan keinginannya
5. Gangguan
dalam sensoris atau penginderaan
a. menjilat-jilat
benda
b. mencium
benda-benda atau makanan
c. menutup
telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
d. tidak
suka memakai baju dengan bahan yang kasar
D.
Klasifikasi
Autis
Menurut Yatim (2002), klasifikasi anak autis
dikelompokkan menjadi tiga, antar lain:
1.
Autis Persepsi
Dianggap autis yang asli karena kelainan sudah timbul
sebelum lahir. Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi
terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerjasama
dengan orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh.
2.
Autis Reaksi
Terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan
kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah rumah atau sekolah
dan sebagainya. Autis ini akan memumculkan gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih
besar 6 sampai 7 tahun sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis.
3.
Autis yang timbul kemudian
Terjadi setelah anak menginjak usia sekolah,
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini
akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk
mengubah perilakunya yang sudah melekat.[25]
BAB III
LAPORAN
KASUS
I.
KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama : An.A.
Umur : 11 tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan.
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Mojo Laban, Sukoharjo.
No. CM : -
II.
DATA MEDIS RUMAH SAKIT
Tidak
ada karena pasien tidak di rumah sakit.
III.
SEGI FISIOTERAPI
A.
PEMERIKSAAN
SUBYEKTIF
1.
KELUHAN UTAMA
-
Paien belum bisa berkonsentrasi ( mata tidak bisa
fokus ).
-
Pasien belum bisa bicara.
-
Tangan pasien hand clapping.
-
Adanya spasme otot punggung.
-
Hipotonus general.
2.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pada saat hamil usia
ibunya 22 tahun. Selama kehamilan tidak ada keluhan apa-apa. Bayi lahir saat
usia kandungan 9 bulan dan lahir normal. Saat anak usia 2 tahun belum bisa
bicara dan asik dengan dunianya sendiri. Dan orang tua dari pasien tersebut
mulai curiga terhadap tumbuh kembang anaknya karena berbeda dengan anak
seusianya. Awalnya ibu pasien menyangka anaknya hanya seperti ayahnya yang
pendiam tetapi lama-lama ibu pasien semakin curiga dan akhirnya di bawa ke
dokter umum. Setelah di bawa ke dokter ibu ibi pasien disarankan untuk
menerapikan anaknya. Saat pasien usia 5 tahun di bawa terapi ke YPAC dan di
diagnosa ‘’Autis’’. Terapi
berlangsung sampai pasien 7 tahun. Saat masih terapi, terapi rutin 3x/minggu OT
dan TW. Setelah usian 7 tahun dan sampai saat ini usia 11 tahun sudah tidak
pernah di lakukan terapi lagi. Saat ini pasien belum bisa bicara, konsentrasi
bellum ada, belum bisa menggenggam dengan kencang, adanya perubahan postur
vetebrae, adanya spasme otot dan hand
calpping.
3. STATUS
SOSIAL
-
Lingkungan tempat tinggal : pasien
tingga bersama ibu dan ayahnya serta adiknya.
-
Aktivitas rekreasi : pasien sering
mengisi waktu dengan menonton tv atau bermain dengan mainannya.
-
Aktivitas sosialnya : pasien belum bias
berinteraksi ataupun bermain dengan teman sebanyanya.
4. RIWAYAT
KELUARGA
Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakkit tersebut.
5. RIWAYAT
PENYAKIT DAHULU
Tidak ada riwayat penyakit
apapun.
B.
PEMERIKSAAN
OBYEKTIF
1. PEMERIKSAAN
VITAL SIGN
-
Denyut Nadi :
tidak di lakukan karena px hipersensitif.
-
Pernafasan :
22kali /menit.
-
Temperatur :
36,5 C.
-
Tinggi Badan :
150 cm.
-
Berat Badan :
45 kg.
2.
INSPEKSI/OBSERVASI
Statis
-
Punggung pasien terlihat kifosis.
-
Mata pasien terlihat yidak fokus.
Dinamis
-
Kedua tangan pasien terlihat hand clapping.
-
Pasien nampak belum bisa bicara.
3.
PALPASI
-
Adanya Hipotonus general.
-
Adanya Spasme Otot Punggung.
4.
PERKUSI
-
Tendon bicep :
++
-
Tendon trisep : ++
-
Tendon radialis :
++
-
Tendon patella :
++
5.
AUSKULTASI
Tidak dilakukan karena tidak
ada riwayat penyakit jantung ataupun paru.
6.
PEMERIKSAAN GERAK DASAR
a.
Gerak Aktif :
·
AGA :
regio shoulder, elbow, wrist sinistra maupun dextra mampu bergerak aktif dan
full ROM.
·
AGB :
regio hip, knee, ankle sinistra maupun dextra bergerak aktif dan full ROM.
b.
Gerak pasif :
·
AGA :
regio shoulder, elbow, wrist sinistra maupun dextra mampu bergerak aktif dan
full ROM, hard end feel pada ekstensi elbow.
·
AGB :
regio hip, knee ankle sinistra maupun dextra bergerak aktif dan full ROM.
c.
Gerak isometrik melawan tahanan :
·
Semua gerakan bisa dilakukan.
7.
MUSCLE TEST
Group Otot
|
Nilai Otot
|
|
Kanan
|
Kiri
|
|
Ekstensor shoulder
|
4
|
4
|
Fleksor shoulder
|
4
|
4
|
Endorotator shoulder
|
4
|
4
|
Eksorotator shoulder
|
4
|
4
|
Adductor shoulder
|
4
|
4
|
Abductor shoulder
|
4
|
4
|
Ekstensor elbow
|
4
|
4
|
Fleksor elbow
|
4
|
4
|
Eksorotator wrist
|
4
|
4
|
Endorotator wrist
|
4
|
4
|
Ekstensor hip
|
4
|
4
|
Fleksor hip
|
4
|
4
|
Ektensor knee
|
4
|
4
|
Fleksor knee
|
4
|
4
|
Ekstensor ankle
|
4
|
4
|
Fleksor ankle
|
4
|
4
|
Ekstensor trunk
|
4
|
4
|
Fleksor trunk
|
4
|
4
|
Keterangan :
Normal : Subyek bergerak dengan
penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan maksimal (5)
Good : Subyek bergerak dengan
penuh melawan gravitasi tanpa melawan tahanan (4)
Fair : Subyek bergerak LGS melawan
gravitasi tanpa melawan tahanan (3)
Poor : Subyek bergerak dengan
LGS penuh tanpa melawan gravitasi (2)
Frace : Kontraksi otot bisa
dipalpasi tetapi tidak ada pergerakan sendi (1)
Zero : Kontraksi otot tidak
dapat dipalpasi (0)
8.
ANTROPOMETRI TEST
Tidak dilakukan.
9.
ROM TEST
Tidak dilakukan.
10.
PEMERIKSAAN NYERI
Tidak dilakukan karena tidak terdapat nyeri.
11.
TEST KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL
·
Test kognitif : Pasien tidak mampu berkomunikasi
dengan baik.
·
Test Intrapersonal :
Pasien tidak dapat mengikuti terapis dengan baik, dan menghindar saat diterapi.
·
Test Interpersonal :
Pasien tidak mampu merespon dan tidak bisa berinteraksi dengan orang lain.
12.
TEST KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS
Terlampir.
13.
PEMERIKSAAN SPESIFIK
Tidak dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam
kasus ini, seorang pasien anak bernama An.A berusia 11 tahun
dengan keluhan berkonsentrasi (mata belum bisa fokus), belum bisa bicara, dan
pasien mengalami hand clapping.
A.
Penatalaksanaan fisioterapi
1.
Neurosenso Stimulasi
Suatu metode beupa stimulasi
sensoris pada receptor taktil ( seluruh permukaan tubuh ) sebagai pintu utama
semua rangsangan / stimulus yang masuk.
2.
Massage
Massage dengan cara manual adalah salah satu cara perawatan tubuh dengan
menggunakan kedua tangan pada bagian kedua tangan pada bagian telapak tangan
maupun jari-jari tangan. Massage bertujuan sebagai theurapetic.
3.
Brain Gym
Pembaharuan
pola bergerak untuk dapat membantu mengoptimalkan kemampuan belajar anak dengan
meningkatkan pengaliran energi (vitalitas) ke otak. Brain Gym bertujuan untuk
mengintregasikan setiap bagian otak untuk membuka bagian otak yang sebelumnya
tertutup atau terhambat.
4.
Oral Function Stimulation
Suatu metode intervensi atau terapi untuk
menstimulasi atau meningkatkan kemampuan oral kontrol.
5.
Exercise
Exercise yang di berikan antara
lain : latihan penguatan otot-otot tangan, latihan penguatan otot punggung,
latihan tengkurap dari sisi kanan dan kiri, latihan duduk dari posisi
tengkurap, latihan duduk dari posisi miring, latihan duduk dari posisi
terlentang.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Autis adalah
kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri;
kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri. Sampai
sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya
gangguan autis. Ciri yang sangat menonjol adalah
tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau
pengasuhnya, ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian
kecil lainnya dari individu penyandang autis, perkembangannya sudah terjadi
secara “.relatif normal”. Anita
Fatimah Maharani usia 11 tahun yang memiliki permasalahan belum bisa
berkonsentrasi (mata tidak bisa fokus), belum bisa bicara, dan mengalami hand
clapping. Dilakukan kunjungan 1 kali dengan terapi berupa neurosenso stimulasi,
massage, brain gym, oral function stimulation, dan exercise.
B.
Saran
1.
Untuk orang tua pasien sebaiknya mulai untuk
menerapikan pasien suapaya ada peningkatan pada tumbuh kembangnya.
2.
Sebaiknya orang tua lebih memahami tentang pola makan
dan asupan gizi yang baik kusus untuk anak autis .
C.
Edukasi
1.
Keluarga
disarankan untuk aktif melakukan pengulangan apa yang sudah diajarkan oleh
terapis.
2.
Keluarga
dianjurkan untuk sering mengajak anak bermain dan berbicara.
[1] Mohamad sugiarmin plb upi
(jurnal individu dengan gangguan autisme)
[2] (Sunu, 2012).
[3]
(Pieter,
dkk., 2011)
[4] (Jurnal:
Malik, dkk., 2010).
[5]
(Jurnal: Habiburrohman,
2011).
[6] (Pieter, dkk., 2011).
[7]
(Jurnal: Pertiwi, 2013).
[8] (Jurnal: Setyawan, 2010).
[9] (Maulana, 2007).
[10](Cook 2001)
[11](Pieter, dkk., 2011).
[12] (Sunu, 2012).
[13] (Pramudiarja, 2013).
[14] (Hartati, 2010).
[15] (Kompas.com).
[16](Hartati, 2010).
[17] (Solikhah, 2011).
[18] (Kompas.com).
[19] (Pieter, dkk., 2011).
[20] (Asrinah, 2010).
[21] (Sunu, 2012)
[22] (Pieter, dkk., 2011).
[23] (Sunu, 2012).
[24] (Jurnal: Setyawan, 2010).
[25] (Pertiwi, 2013).
Langganan:
Postingan (Atom)