life is adventure and full with dream just enjoy with u life and you can happy everytime ..^^
Rabu, 02 November 2016
BAB I Makalah Bell's Palsy
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bell’s palsy menjadi fenomena yang
terdengar tidak asing dikalangan masyarakat saat ini apalagi di bulan yang
memasuki musim dingin pada tahun ini. Banyak masyarakat yang secara tiba-tiba
terkena penyakit dengan gejala berupa wajah merot sebelah, tidak bisa menutup
mata dan gangguan-gangguan pada wajah lainya, akibat dari tanda gejala penyakit
tersebut membuat orang yang menderita penyakit tersebut kehilangan kepercayaan
diri untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya mereka merasa terganggu
dengan wajahnya yang terlihat tidak normal.
Beberapa
ahli dibidang ilmu kesehatan memberikan pernyataan bahwa salah satu penyebab
terjadinya bell’s palsy yaitu akibat
paparan langsung dari udara dingin, sering kali masyarakat tidak memperhatikan
hal-hal kecil yang dianggapnya tidak berbahaya seperti tidak memakai helem saat
berkendara pada malam hari. Tidak memakai helem saat mengendarai motor pada
malam hari dapat memicu tejadinya bell’s palsy dikarenakan wajah tanpa
pelindung kaca helem mudah terkena paparan udara dingin secara langsung.
Banyak
masyarakat awam yang mengira bell’s palsy
merupakan gejala dari stroke dan sering kali penderita juga takut untuk
memeriksakanya ke pusat pelayanan kesehatan karena malu, ataupun karena takut
masih banyak masyarakat yang tidak perduli dengan kesehatan tubuhnya sendiri
sehingga seringkali pasien dengan keluahan wajah merot sebelah ini datang untuk
berobat dengan grade penyakit yang sudah tinggi.
Bell’s
palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat
unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai
oleh gangguan pendengaran. Insiden Bell’s
palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis
perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000
populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat
pada penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan
dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. Terjadi pada segala
usia, terbanyak 20 sampai 50 tahun. Kejadian 20 sampai 25 per 100.000 populasi.
Wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Banyak kasus terjadi pada wanita hamil
dan penderita diabetes.
Bell’s palsy menempati
urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia insiden tertinggi
ditemukan di Seokori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di
swedia tahun 1997. Di Amerika serikat insiden bell’s palsy setiap
tahunnya terjadi sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi
kanan. Insiden bell’s palsy rata - rata 15-30 kasus per 100.000
populasi.
Di
Indonesia, insiden Bell’s Palsy
secara pasti sulit ditentukan Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah Sakit di
Indonesia didapat frekuensi Bell’s Palsy
sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30
tahun. Lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Tidak didapat perbedaan
insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita
didapat adanya riwayat terpapar udara dingin
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
yang lebih sering terjadi pada umur 20 – 50 tahun. Peluang untuk terjadi bell’s
palsy pada laki – laki sama dengan wanita. ( Harsono, 1996 )
Gejala
Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan
otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam
sampai beberapa hari (maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di
sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan
sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis,
berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan.
Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit. Etiologi
kasus ini yakni (1) teori iskemia vaskuler: spasme arteriole atau stasis vena,
(2) teori infeksi virus: virus herpes simplek, (3) teori herediter: kanalis
fasialis sempit dan sistim enzim.
Bell’s palsy atau
prosopelgia adalah kelupuahan fasialis akibat paralisis nervus fasial parifer
yang teradi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik ), di luar
system saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. Paralisis
fasial idiopatik atau bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell,
dokter dari skotlandia. lokasi cedera nervus fasialis pada bell’s palsy adalah
dibagian parifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi didekat ganglion
genikulantum. Salah satu gejala bell’s palsy adalah kelopak mata sulit
menutup dan penderita berusaha menutup kelopak matanya , matanya terputar ke
atas dan mataya tetap kelihatan. Gejala ini disebut dengan fenomena bell pada
observasi dapat dilihat juga pada gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih
lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat ( lagoftalmos ). (
Harsono, 1996 )
Bell’s palsy masih
merupakan studi menarik, disamping masih di dapatkan laporan bahwa 10 – 15%
dari penderita bell’s palsy belum tersembuhkan dengan baik, juga
kontroversi yang berkembang masih belum terselesaikan dengan memuaskan. (
Thamrinsyam, 1991 )
Kelumpuhan saraf facialis akan
menimbulkan kelainan bentuk wajah yang menyebabkan penderita sangat terganggu,
terutama pada waktu mengekspresikan emosinya. Keadaan ini selain menimbulkan
perasaan rendah diri, juga mengganggu kosmetik. Walaupun syaraf facialis mudah terkena
trauma, tetapi dilain pihak merupakan syaraf yang mempunyai kemampuan
regenerasi yang cukup besar. ( Thamrinsyam, 1991 )
Rehabilitasi medik pada penderita Bells ’s Palsy diperlukan dengsn tujuan
membantu memperlancar vaskularisasi. Pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan
mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis
sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas sehari-hari dan
bersosialisasi dengan masyarakat.
Fisioterapi adalah suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektro, terapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, serta
komunikasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2001).
Studi pertama menyatakan bahwa terapi
diri untuk bell’s palsy adalah salah satu terapi fisik pertama dari percobaan
control acak menjelaskan untuk kondisi apapun. Mosforth mempelajari 86 orang
bell’g dengan diangnosa bell’s palsy akut. Terapi fisik yang digunakan
yaitu berupa infra red, massage dan arus IDC. Pengobatan dilanjutkan ampai
pemulihan atau sampai kondisi tampak normal (2-6 bulan). Hasil pemeriksaan
bahwa pengobatan menggunakan electrical stimulation dan tingkat kelumpuhan
visual diperkirakan sebagai persentase dari fungsi sisi normal, hal ini
digunakan sebagai waktu untuk memulai perbaikan dan waktu untuk pemulihan. (
Masforth, 1958 )
Modalitas fisioterapi yang dapat
digunakan dalam penanganan bell’s palsy berupa infra red ( IR ),
massage, electrical stimulation. Modalitas ini berperan dalam mengatasi
kelemahan otot dan gangguan fungsional pada otot wajah akibat bell’s
palsy ( Foster, 1981).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa pengertian penyakit Bell’s Palsy ?
2.
Bagaimana Patofisiologi Bell’s Palsy ?
3.
Apa saja etiologi penyakit Bell’s Palsy ?
4.
Apa tanda dan gejala penyakit Bell’s Palsy ?
5.
Intervensi fisioterapi apa yang
digunakan dalam penangan Bell’s Palsy ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian penyakit Bell’s Palsy
2.
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Bell’s Palsy
3.
Untuk mengetahui etiologi penyakit Bell’s Palsy
4.
Untuk mengetahui tanda dan gejala
penyakit Bell’s Palsy
5.
Untuk mengetahui Intervensi apa saja
yang digunakan fisioterapi dalam penangan Bell’s
Palsy
Senin, 18 Juli 2016
ETIKA PENELITIAN FISIOTERAPI
A.
ETIKA PENELITIAN FISIOTERAPI
Etika adalah pengetahuan
yang membahas manusia, terkait dengan perilakunya terhadap sesama manusia.
Penelitian adalah upaya mencari kebenaran terhadap semua fenomena kehidupan
manusia guna mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kode etik penelitian
adalah pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang
melibatkan antar pihak peneliti, pihak yang diteliti dan masyarakat yang akan
memperoleh dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
1.
Informed Consent
Informed consent
merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Inform consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden. Apabila subjek bersedia, maka harus menanda tangani
lembar persetujuan dan apabila responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati haknya.
2.
Anomity
(Tanpa nama)
Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
3.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
Anatomi Otak Manusia (Anatomy of the human brain)
Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh . Jika
otak sehat, maka akan mendorong
kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental . Sebaliknya, apabila
otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan
mental bisa ikut terganggu.
Otak dibagi menjadi empat bagian
:
v Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah otak bagian
terbesar dari otak manusia yang disebut juga Cerebral Cortex, Forebrain (otak depan). Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia
dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum terbagi menjadi 4 lobus yaitu :
§ Lobus Frontal Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
§ Lobus Parietal,
berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa
sakit.
§ Lobus Temporal
berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
§ Lobus Occipital,
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Cerebrum
dibagi menjadi otak kiri dan otak kanan masing-masing belahan mempunyai fungsi
yang berbeda :
§ Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan
logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence
Quotient (IQ).
§ Otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional
Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia
lain serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan
intuitif, kemampuan
merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, menari, melukis dan
segala jenis kegiatan kreatif lainnya
.
v Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil
atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
v Brainstem (Batang Otak)
Batang otak
(brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang.
Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut
jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya.
Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu :
§ Mesencephalon atau
Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak
yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran.
§ Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
§ Pons merupakan
stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi
reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
Sistem limbik
terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju.
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik.
Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks,
pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
STATUS KLINIS FISIOTERAPI " Fraktur 1/3 proksimal humeri dextra"
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal
Pembuatan Laporan : 27 Juni 2016
Kondisi / Kasus : FT B
A.
KETERANGAN
UMUM PENDERITA
Nama : Ny S
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Alamat :
Kalimosodo 2 no 10, Baki.
No RM :
0269070
Tempat perawatan : RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
II.
DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSA MEDIS :
Tanggal,
14 Mei 2016
Fraktur 1/3 proksimal Humeri Dextra
B. CATATAN KLINIS
(Hasil
: Rontgen, uji Laboratorium, Ct Scan, MRI, EMG, dll yang terkait dengan
permasalahan Fisioterapi).
Hasil rontgen menunjukan terlihat
adanya fraktur 1/3 proksimal humeri
dextra.
C.
TERAPI
UMUM ( GENERAL TREATMENT) : _
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI
DOKTER : _
III. SEGI FISIOTERAPI
..... TANGGAL : 23 Juni 2016
A.
ANAMNESIS
(AUTO/HETERO)
1. KELUHAN UTAMA :
Keterbatasan
gerak pada tangan kanan
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien
datang ke Instalasi Rehabilitasi Medik RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan
keluhan nyeri pada bekas incisi dan keterbatasan gerak pada tangan kanan sejak
1 bulan yang lalu.
Riwayat
pengobatan : Pasien menjalani operasi pemasangan plate and screw pada lengan kanan atas
di RS PKU Muhammadiyah Surakarta 1 bulan yang lalu.
Faktor
memperberat : Saat menggerakan tangan
kanan untuk beraktivitas.
Faktor
memperingan :
Saat istirahat.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien
pernah menjalani operasi batu empedu di RS PKU Muhammadiyah Surakarta setahun
yang lalu.
2. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Tidak
ada
3. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM
PENDERITA)
Pasien
adalah seorang seorang ibu rumah tangga dilingkungan keluarganya tinggal
bersama suaminya.
4. RIWAYAT KELUARGA
Tidak
ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan pasien.
5. ANAMNESIS SISTEM
a) Kepala & Leher
Pasien
tidak mengeluhkan rasa sakit dikepala (pusing) pasien mengeluhkan nyeri leher.
b) Kardiovaskuler
Pasien
tidak mengeluhkan ada gangguan pada jantungnya.
c)
Respirasi
Pasien
tidak mengeluhkan sesak napas.
d) Gastrointestinal
BAB
pasien lancar.
e) Urogenitalis
Tidak
ada keluhan.
f) Musculoskeletal
Kaku
sendi pada shoulder dextra sehingga
pada saat digerakan fleksi maupun
gerakan yang lainnya pasien merasakan nyeri.
g) Nervorum
Pasien
merasakan ngilu pada area incisi pada saat suhu udara dingin.
B.
P
E M E R I K S A A N
1.
PEMERIKSAAN
FISIK
1.1
TANDA-TANDA VITAL :
a) Tekanan
Darah : 120/80 mmHg
b)
Denyut Nadi : 80 x / menit
c) Pernapasaan : 22 x / menit
d) Temperatur : 36,5 ˚C
f) Tinggi Badan : 150 cm
g) Berat Badan : 95
cm
1.2
INSPEKSI
a)
Statis :
-
Masih
terdapat bekas incisi dibagian anterior 1/3 proksimal humeri dextra.
- Tidak terdapat odem pada 1/3 proksimal humeri dextra.
- Tidak terdapat atrofi pada lengan kanan
-
Tidak terdapat perbedaan ketinggian bahu antara dextra dan sinistra.
b)
Dinamis :
-
Gerakan ekstensi dan fleksi shoulder terbatas.
-
Gerakan fleksi elbow terbatas.
1.3
PALPASI
-
Suhu lokal normal
-
Tidak ada piting odem
-
Tidak ada odem
-
Ada spasme pada otot di area incisi
- Ada nyeri gerak pada shoulder area incisi
- Ada nyeri tekan pada area incisi
1.4
PERKUSI
Tidak dilakukan karena
pasien tidak ada keluhan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
1.5 AUSKULTASI
Tidak dilakukan karena
pasien tidak ada keluhan dan riwayat penyakit kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
1.6 GERAK DASAR
a).
Gerakan
Aktif :
Shoulder
dextra
Gerakan
|
Full ROM
|
Nyeri
|
Fleksi
|
-
|
+
|
Ekstensi
|
-
|
+
|
Abduksi
|
+
|
+
|
Adduksi
|
-
|
+
|
Endorotasi
|
+
|
+
|
Eksorotasi
|
-
|
+
|
Sircumduction
|
-
|
+
|
Tabel 3.1 Gerak aktif shoulder dextra
Elbow dextra
Gerakan
|
Full ROM
|
Nyeri
|
Fleksi
|
-
|
+
|
Ekstensi
|
+
|
+
|
Pronasi
|
+
|
+
|
Supinasi
|
-
|
+
|
Tabel 3.2 Gerak aktif Elbow dextra
b).Gerakan
Pasif :
Shoulder
dextra
Gerakan
|
Full ROM
|
Nyeri
|
End Feel
|
Fleksi
|
-
|
+
|
Empty
|
Ekstensi
|
-
|
+
|
Empty
|
Abduksi
|
+
|
+
|
Hard
|
Adduksi
|
-
|
+
|
Empty
|
Endorotasi
|
+
|
+
|
Hard
|
Eksorotasi
|
-
|
+
|
Empty
|
Sircumduction
|
-
|
+
|
Empty
|
Tabel 3.3 Gerak pasif shoulder dextra
Elbow dextra
Gerakan
|
Full ROM
|
Nyeri
|
End feel
|
Fleksi
|
-
|
+
|
Soft
|
Ekstensi
|
+
|
+
|
Hard
|
Pronasi
|
+
|
+
|
Soft
|
Supinasi
|
-
|
+
|
Soft
|
Tabel
3.4 Gerak pasif Elbow dextra
a)
Gerak Isometrik
Shoulder dextra
Gerakan
|
Nyeri
|
Kontraksi
|
Fleksi
|
+
|
Minimal
|
Ekstensi
|
+
|
Minimal
|
Abduksi
|
+
|
Minimal
|
Adduksi
|
+
|
Minimal
|
Endorotasi
|
+
|
Minimal
|
Eksorotasi
|
+
|
Minimal
|
Sircumduction
|
+
|
Minimal
|
Tabel 3.5 Gerak Isometrik shoulder
dextra
Elbow dextra
Gerakan
|
Nyeri
|
Kontraksi
|
Fleksi
|
+
|
Minimal
|
Ekstensi
|
-
|
Minimal
|
Pronasi
|
-
|
Minimal
|
Supinasi
|
+
|
Minimal
|
Tabel 3.6 Gerak
Isometrik Elbow dextra
1.7 KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL
a) Kognitif : Memori
pasien baik,pasien mampu menceritakan awal kejadian pasien sakit hingga
sekarang.
b)
Intrapersonal : Pasien memiliki semangat yang tinggi
untuk sembuh.
c) Interpersonal : pasien mampuh
bekerjasama dengan Fisioterapis dan tenaga medis lainya.
1.8 KEMAMPUAN FUNGSIONAL
& LINGKUNGAN AKTIVITAS
a)
Kemampuan Fungsional Dasar :
-
Pasien mengalami keterbatasan gerak fleksi shoulder dextra
-
Pasien mengalami keterbatasan gerak abduksi shoulder dextra
b)
Kemampuan Aktivitas Fungsional :
-
Aktivitas toileting pasien terganggu,
pada saat mengangkat gayung yang berisi air pasien tidak mampuh mengangkatnya.
-
Aktivitas kerapian dan kebersihan diri
juga terganggu seperti pada saat pasien mengalami kesulitan menyisir rambutnya
dan memakai baju sendiri.
c)
Lingkungan Aktivitas :
Pasien tidak
bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik.
1.9 PEMERIKSAAN SPESIFIK (FT B)
- Shoulder dextra
Nyeri
(VAS)
Nyeri
Diam 2
(Nyeri sangat ringan)
Nyeri
Tekan 6
(Nyeri sedang)
Nyeri
Gerak 7 (Nyeri cukup berat)
-
Shoulder
dextra
Manual
Muscule Testing (MMT)
Fleksor 2
Ekstensor
2
Abductor
2
Adductor
2
Internal
rotator 2
External
rotator 2
Keterangan
: Nilai 2 ada kontraksi tapi tidak bisa menggerakan tubuh melawan gravitasi .
Pengukuran LGS ( Lingkup Gerak
Sendi )
-
Shoulder
dextra
S
= 30˚ - 0 - 100˚
F
= 80˚ - 0 - 30˚
T
= 45˚ - 0 - 80˚
-
Elbow
dextra
S
= 0˚- 0 -150˚
1.0
DIAGNOSA
FISIOTERAPI
a)
Impairment
1.
Adanya nyeri pada bekas incisi
2.
Adanya kontraktur M. Deltoid & M. Latisimus Dorsi
3.
Adanya spasme diotot yang di incisi
b) Fungtional
Limitation
1.
Pasien belum mampu memegang dan
mengangkat gayung yang berisi air.
2.
Pasien belum bisa menyisir rambut.
3.
Pasien mengalami keterbatasan gerak
fleksi, ekstensi shoulder dextra.
c)
Disability
Dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti memasak, membersihkan rumah dan berpakaian pasien
melakukannya dengan bantuan tangan kiri.
C.
PROGRAM
/ RENCANA FISIOTERAPI
1.
TUJUAN
a.
Jangka
Pendek
Mengurangi nyeri
Meningkatkan LGS pada shoulder dextra
Mengurangi spasme
Mengurangi kontraktur M. Deltoid & M. Latisimus dorsi
b.
Jangka
Panjang
Meningkatkan aktivitas fungsional
pasien
2. TINDAKAN FISIOTERAPI
a. Teknologi
Fisioterapi :
1) Teknologi Alternatif
InfraRed
(IR)
TENS
Exercise
Massage
2) Teknologi Terpilih
(a). IR memberikan efek panas
dengan kedalaman superficial, manfaat IR meningkatkan sirkulasi mikro. Pengaruh
IR akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembulu kapiler membesar dan
meningkatkan temperature kulit, memperbaiki sirkulasi darah.
(b). TENS merupakan terapi dengan
menggunakan energy listrik yang berguna untuk merangsang system saraf melalui
permukaan kulit yang efektif menghilangkan nyeri.
(b). Exercise sangat efektif dan
aman untuk menangani kekakuan / keterbatasan gerak atau nyeri persendian karena
gangguan fungsi mekanik sendi.
(c). Massage dan Friction adalah
upaya pengobatan dengan menggunakan manipulasi tangan dengan tujuan memperoleh
penurunan spasme otot, merangsang kontraksi otot, peregangan otot, tendon dan
ligament.
b.
Edukasi
1).
Latihan
mengangkat lengan kanan dilakukan sesering mungkin sesering mungkin dirumah.
2).
Pasien dilarang mengangkat beban yang berat-berat
3).
Latihan penguatan otot dengan menggunakan botol aqua diisi air (350 ml)
kemudian botol digenggam kemudian tangan digerakan keatas dan diturunkan secara
perlahan. Latihan dapat dilakukan dengan 8 hitungan dan pengulangan 3 kali. Latihan
dapat dilakukan pada pagi siang dan malam hari.
3.RENCANA
EVALUASI
a. Pengukuran nyeri menggunakan VAS
b. Pengukuran kekuatan otot menggunakan MMT
c. Pengukuran LGS menggunakan Goneometri
E.
PROGNOSIS
1.
Quo Ad Vitam : Baik
2.
Quo Ad Sanam : Baik
3.
Quo Ad Fungsionam : Baik
4.
Quo Ad Cosmeticam : Baik
F.PELAKSANAAN
FISIOTERAPI
1.
Hari
: Kamis Tgl : 23 Juni 2016
- IR : Persiapan
alat, pengecekan kabel dan lampu. Persiapan pasien, menjelaskan pada pasien
tujuan terapi serta rasa yang akan dirasakan saat terapi ( jarak 35 - 45 cm ). Penyinaran IR dilakukan pada
bahu depan dan belakang (kanan) dengan waktu penyinaran masing-masing media 15
menit. Jangan lupa setiap 5 menit dilakukan pengecekan apakah pasien merasa
kepanasan atau tidak.
- TENS
: Prosedur yang dilakukan yaitu berupa persiapan alat dan persiapan pasien
pemasangan ped pada M.
sternocleidomastoideus dan M. rotator
cuff, arus yang digunakan Retanguler, pluse symmetric 100ms/100 dengan
intensitas sesuai toleransi pasien (13.0 sampai 15.0). Lama waktu terapi 15
menit.
- Exercise,
dengan latihan aktif menggerakan fleksi, ekstensi shoulder kemudian fleksi,
ekstensi elbow. Dengan hitungan 8 hitungan dan pengulangan 3-5 kali.
- Massage,
dengan teknik friction pada M. uppertrapezius, M. deltoid dan . latisimus
dorsi. Dengan tujuan menghilangkan perlengkatan pemendekan otot.
2. Hari : Senin
Tgl : 27 juni 2016
- IR : Persiapan
alat, pengecekan kabel dan lampu. Persiapan pasien, menjelaskan pada pasien
tujuan terapi serta rasa yang akan dirasakan saat terapi ( jarak 35 - 45 cm ). Penyinaran IR dilakukan pada
bahu depan dan belakang (kanan) dengan waktu penyinaran masing-masing media 15
menit. Jangan lupa setiap 5 menit dilakukan pengecekan apakah pasien merasa
kepanasan atau tidak.
- TENS
: Prosedur yang dilakukan yaitu berupa persiapan alat dan persiapan pasien
pemasangan ped pada M.
sternocleidomastoideus dan M. rotator
cuff, arus yang digunakan Retanguler, pluse symmetric 100ms/100 dengan
intensitas sesuai toleransi pasien (13.0 sampai 15.0). Lama waktu terapi 15
menit.
- Exercise,
dengan latihan aktif menggerakan fleksi, ekstensi shoulder kemudian fleksi,
ekstensi elbow. Dengan hitungan 8 hitungan dan pengulangan 3-5 kali.
- Massage,
dengan teknik friction pada M. uppertrapezius, M. deltoid dan . latisimus
dorsi. Dengan tujuan menghilangkan perlengkatan pemendekan otot.
3.
Hari : Kamis Tgl : 30 juni 2016
- IR : Persiapan
alat, pengecekan kabel dan lampu. Persiapan pasien, menjelaskan pada pasien
tujuan terapi serta rasa yang akan dirasakan saat terapi ( jarak 35 - 45 cm ). Penyinaran IR dilakukan pada
bahu depan dan belakang (kanan) dengan waktu penyinaran masing-masing media 15
menit. Jangan lupa setiap 5 menit dilakukan pengecekan apakah pasien merasa
kepanasan atau tidak.
- TENS
: Prosedur yang dilakukan yaitu berupa persiapan alat dan persiapan pasien
pemasangan ped pada M.
sternocleidomastoideus dan M. rotator
cuff, arus yang digunakan Retanguler, pluse symmetric 100ms/100 dengan
intensitas sesuai toleransi pasien (13.0 sampai 15.0). Lama waktu terapi 15
menit.
- Exercise,
dengan latihan aktif menggerakan fleksi, ekstensi shoulder kemudian fleksi,
ekstensi elbow. Dengan hitungan 8 hitungan dan pengulangan 3-5 kali.
- Massage,
dengan teknik friction pada M. uppertrapezius, M. deltoid dan . latisimus
dorsi. Dengan tujuan menghilangkan perlengkatan pemendekan otot.
G.
EVALUASI
1. Hasil
Evaluasi Nyeri (VAS)
NYERI
|
T1
|
T2
|
T3
|
Nyeri Diam
|
2
|
2
|
1
|
Nyeri Tekan
|
6
|
5
|
4
|
Nyeri Gerak
|
7
|
7
|
5
|
Tabel 3.7 hasil evaluasi nyeri
2. Hasil
Evaluasi LGS
|
T1
|
T2
|
T3
|
Shoulder dextra
|
S= 30˚-0-100˚
|
S= 32˚-0-105˚
|
S= 40˚-0-120˚
|
|
F= 80˚-0-30˚
|
F= 85˚-0-37˚
|
F= 90˚-0-40˚
|
|
T= 45˚-0-80˚
|
T= 50˚-0-82˚
|
T= 55˚-0-90˚
|
Elbow dextra
|
S= 0˚-0-150˚
|
S= 0˚-0-150˚
|
S= 0˚-0-150˚
|
Tabel
3.8 hasil evaluasi LGS
3.
Hasil
Evaluasi Kekuatan otot (MMT)
Shoulder
dextra
Group Otot
|
T1
|
T2
|
T3
|
Fleksor
|
2
|
3
|
4
|
Ekstensor
|
2
|
3
|
4
|
Abductor
|
2
|
3
|
4
|
Adductor
|
2
|
3
|
4
|
Internal rotator
|
2
|
3
|
4
|
Eksternal rotator
|
2
|
3
|
4
|
Tabel
3.7 hasil evaluasi MMT
H. HASIL EVALUASI
TERAKHIR
Hasil evaluasi
terakhir pasien yang bernama Ny S dengan diagnosa medis Fraktur 1/3 proksimal humeri dextra setelah dilakukan intervensi Fisioterapi dengan modalitas
IR, TENS, Manual terapi (exercise),
Massage menghasilkan penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot dan peningkatan
lingkup gerak sendi shoulder dan elbow
dextra.
Langganan:
Postingan (Atom)